Monday, 16 January 2017

Mewujudkan Ide dalam Realitas

“Kalau ngopi kayae enak” kata seorong teman yang main ke kos. “bikinlah..! itu tinggal panasin air. Kopi dan gulanya ada” jawab saya yang kemudian dijawab oleh teman tadi “Saya kan sudah punya ide. Masak saya saya juga yang harus bikin. Ide itu mahal coy...”, “mahal Ndasmu” sergah saya yang selanjutnya disambut gelak tawa bersama dan keinginan menikmati kopi direalisasikan dengan tindakan. Setelah saya buatkan teman saya berkomentar “kok kurang joss ya”, saya pun bilang “ya sudah gga usah diminum, atau buat sendiri saja kalau begitu...”

Menyeru dan menyarankan orang melakukan sesuatu memang gampang. Modalnya cukup  punya keberanian untuk bicara dan menyampaikan – dan dalam konteks kekinian berani menyetatuskan dalam media sosial maya. Yang tidak gampang adalah bagaimana agar orang yang menyimak itu tergerak hati dan raganya untuk melakukan apa yang disarankan. Karena ternyata, merealitaskan ide itu tidak mudah, meskipun – meminjam istilah Pak Zawawi Imron – tak sesusulit mencampur air dengan oli.
Dalam sebuah kelompok ‘bincang tulisan’ yang aktivitasnya membincangkan tentang tulis-menulis setiap disuguhkan satu tulisan oleh anggota kelompok selalu saja muncul beragam komentar berupa pertanyaan, apresiasi dan masukan yang jumlahnya melampaui dari jumlah anggota itu. “Tulisan ini menarik..” kata salah satu anggota, “ini apa maksudnya?”, “kalau saja ini ditambahkan tentang ini dan itu,,”, “saya suka dengan cara anda memulai tulisan ini”, “sebenarnya apa yang ingin kau tulis dalam tulisan ini”, sebagian ragam komentar dari yang lain yang setiap komentar dilayangkan selalu diselepi pernyataan “tapi, saran saya akan lebih baik kalau...”, “ini mestinya dikurangi”, “ini sebaiknya begini dan begitu’.
Begitulah pengalaman yang terjadi dalam kelompok bincang tulisan itu. Ini baru pengalaman bagaimana sulitnya mewujudkan ide dalam tulisan, bukan dalam realiatas kehidupan. Kepala makhluk Tuhan bernama manusia ini, meski tak sebesar bola basket ternyata punya daya tampung luar biasa, bahkan bumi dan se-isi-nya pun mampu ditampung di dalamnya, tentu saja tidak secara fisik. Barangkali karena itulah dalam realitas hidup ini siapapun dan dimanapun tidak akan pernah bisa bebas dari orang lain, setiap tindak-tanduk yang dilakukan selalu saja dihadapkan pada penilaian orang lain. Hal ini berlaku dalam berbagai dimensi kehidupan baik sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, agama, dan lain semacamnya.
Setiap orang punya kemandirian ide yang untuk meralisasikan tidak cukup hanya disampaikan dan disarakan agar dilakukan oleh orang lain. Pun setiap orang punya kemandirian bertindak yang tidak selalu harus didasarkan pada saran dan pertimbangan orang lain. Realisasi ide, sangat bergatung pada kemandirian bertindak. Artinya ide yang dimiliki, harus direalisasikan dengan tindakan nyata si pemilik ide itu. Tentu saja, dalam proses sampai setelah ide itu direalisasikan akan dihadapkan pada penilian orang lain yang beragam, itu adalah resiko yang mesti dilewatkan. Bukankah adanya saran, kritik, puji dan cacian itu adalah alasan mengapa hidup dan kehidupan ini  masih harus dilanjutkan. Kalau semua  itu sudah berakhir, maka “Kerja,,Kerja,, dan Kerja...”  yang jadi slogan Pak Jokowi tak lagi dibutuhkan..
Wallahu A’lam.. 
Categories:

0 comments:

Post a Comment