Friday, 13 January 2017

Daya Tarik Dunia

Mengapa buah kelapa yang lepas dari tangkainya selalu jatuh ke permukaan bumi? jawabannya karena bumi itu memiliki daya tarik yang dalam fisika oleh Newton disebut dengan ‘Hukum Gravitasi”. Tentang rumus berikut penjabaran detail ‘Hukum Gravitasi’itu tak perlu saya jelaskan di sini, karena selain tidak begitu mengerti tulisan ini memang tidak dimaksudkan untuk menguraikan tentang hukum itu. Marilah kita fokus saja pada kata ‘daya tarik’.


Dalam sebuah kesempatan, seorang penceramah pernah mensinyalir bahwa tidak sedikit manusia yang hanyut dalam daya tarik bumi. hal itu terlihat dari banyaknya orang yang menaruh cinta begitu mendalam pada dunia dan seisinya, sehingga apa saja akan dilakukan untuk meraih dan membuat dirinya abadi dalam dunia, sekalipun itu laku tercela. Ternyata, ‘daya tarik bumi’ yang dimaksud penceramah adalah daya pikat harta-benda dan kuasa. Daya pikat inilah yang menyebabkan munculnya laku amoral, dan para pelakunya dengan gampangnya menganggap perilaku itu sebagai sesuatu yang sewajarnya. 

Bagi para penguasa daya pikat dunia mampu menjebaknya melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemiskinan dan ketimpangan yang diakibatkan dipandang sesuatu yang wajar sebagai dampak persaingan bebas. Bagi para ilmuan dan para ahli, daya pikat dunia ini mampu menjebaknya pada laku manipulasi. Kecurangan dan kebohongan yang disebarkan ditutupi dengan pembenaran berikut rasionalisasi. Mereka berkata melakukan pencerahan, padahal sebenarnya pembodohan. Bagi para niagawan, daya pikat dunia ini mampu menjebaknya pada laku serakah dan monopoli. Bahkan bagi para ‘ahli agama’ daya pikat dunia ini juga mampu menjebaknya pada laku merasa benar sendiri.

Memang gemerlap dunia ini sungguh mempesona, tetapi pesona yang dipancarkan itu – kata kaum arif – hanyalah jebakan dan tipu daya yang dapat mengalihkan siapa saja dari Sang Pemberi Pesona. Karena itu, pesona yang diraih dari kecintaan pada dunia ini selalu sirna. Kebahagiaan yang dicapai darinya pun hanyalah kebahagiaan semu dan sementara. Jika begitu, bagaimana bisa terhindar dari daya pikat dunia ini?

Muhammad Zuhri – lebih akrab dipanggil Pak Muh – dalam sebuah tulisannya menuturkan bahwa “kita (makhluk) datang dari sebuah negeri sepi, tidak punya wujud, tidak punya sifat, tidak punya kekuatan, dan tidak punya hak atas segala sesuatu. Negeri itu disebut ‘negeri ketiadaan’..” keberadaan kita lanjutnya “karena diberi wujud oleh Tuhan, diberi ruh, potensi, rupa, jisim, dan ditiupkan kepada kita Ruh-Nya”, semua itu adalah fasilitas yang “teknik pendayagunaannya hendaklah beorientasi pada keridaan Tuhan...”

Karena keberadaan kita ini di-ada-kan berikut fasilitas dan sarana yang munujang aktifitas keberadaan ini juga adalah anugerah dari Sang Peng-ada, maka sepantasnyalah orientasi kecintaan hakiki kita diarahkan pada Sang Peng-ada. Bukan pada yang diadakan, dunia dan seisinya. Jika kesadaran ini tertanam dalam diri maka siapapun itu akan terhindar dari daya pikat dunia yang semu itu. 

Seorang arif yang telah menaruh cinta pada Sang Peng-ada berkata “aku tak ingin apa-apa, karena aku sudah memiliki Engkau, bukankah Engkau adalah Sang Pemilik segala,..!”

Melalui akun facebook, Cak Kuswaidi pernah menulis:

“..Alam Semesta yang tidak diketahui di mana batasnya ini sungguh kecil dan tidak ada apa-apanya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itu, kalau kita sanggup memasuki kemahaan Allah, kita akan memandang apapun yang lain sesungguhnya kecil dan sepele.
Itulah sebabnya kenapa banyak diatara kekasih Allah Ta’ala memandang dunia ini hanya seperti buah kelapa. Ada yang memandangnya bahkan hanya seperi kerikil yang sangat kecil...”.

Wallahu a’lam...
Seri NgajiTasawuf.
Categories:

0 comments:

Post a Comment