Oleh: Ifa H Misbach
PENELITI R Murray Thomas pernah
berkontribusi melakukan penelitian pendidikan dari perspektif
sosio-antropologis, yaitu The Prestige of Teachers in Indonesia”(1962).
Kesimpulannya: guru Indonesia pada saat itu merupakan role model, panutan,
istimewa yang memiliki pengaruh besar di masyarakat.
Penelitian Thomas diuji kembali oleh
Misbach (2013) untuk melihat apakah guru masih jadi panutan bagi siswa
sepanjang dekade tahun 2000-2013? Sejak Ujian Nasional (UN) menjadi penentu
kelulusan, 2004-2013, terjadi peningkatan jumlah oknum guru melakukan contek
massal: lebih dari 1.300 kasus.
Di balik fakta demoralisasi perilaku ini,
para guru sangat rentan mendapat tekanan politis menghasilkan kelulusan siswa
100 persen dari kepala sekolah, kepala dinas, bahkan kepala daerah. Belum juga
pulih dari persoalan UN yang menjadi langganan dilema moral guru setiap tahun,
pemerintah memaksakan berlakunya Kurikulum 2013.
Komisi X DPR menemukan fakta bahwa dokumen
isi Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak berbasis riset sulit
dipahami di lapangan. Hal ini membuat semua guru yang dimintai pendapatnya
menyatakan bingung melaksanakan Kurikulum 2013.
Namun, para guru menyatakan takut
menyuarakan pendapatnya. Ini mencerminkan mental guru masih terjajah oleh
ketakutan untuk melawan penindasan. Mampukah Indonesia pada tahun 2045
menghasilkan generasi penerus bangsa yang cerdas, kritis, dan pemberani jika
guru yang mereka jadikan panutan bersikap penakut, apatis, dan memilih diam
agar selamat?
Kontradiksi revolusi mental
Isi Kurikulum 2013 menekankan pada
kepatuhan yang tidak memberi ruang kemerdekaan berpikir kritis kepada
guru. Ini kontradiktif dengan tujuan mem- bentuk siswa kreatif. Pemaksaan buku
Kurikulum 2013 yang isinya sama untuk semua wilayah di Indonesia jelas
berlawanan dengan prinsip menghilangkan keseragaman dalam pendidikan karakter
yang ingin diperbarui pemerintahan mendatang.
Argumen bahwa Kurikulum 2013 meringankan
beban guru karena pusat yang membuatkan silabus merupakan langkah mundur dalam
revolusi mental pendidikan. Asumsi ini menunjukkan betapa kaum elite di pusat
tidak percaya bahwa guru mampu berpikir mandiri. Guru diposisikan sebagai pihak
inferior.
Jika ditemukan fakta di lapangan bahwa
masih banyak guru yang tidak dapat menyusun silabus, yang perlu dilakukan
justru meningkatkan kualitas pelatihan recharging academic dari pemerintah.
Jadi, bukan kurikulumnya yang serta-merta harus diganti, melainkan fokus
pemerintah adalah memperbanyak program pemberdayaan guru agar memunculkan
banyak kemandirian membuat silabus dan kurikulum.
Kita perlu mengevaluasi bagaimana
keberhasilan metode pelatihan dan pendidikan guru yang telah terjadi. Belum ada
hasil penelitian yang dipublikasikan untuk melihat kualitas pelatihan dari
pemerintah terhadap kualitas cara pengajaran guru di kelas. Pelatihan
pendidikan karakter pada Kurikulum 2013 dilakukan hanya menekankan pada metode
lecturing, hasilnya akan kembali mengecewakan. Karena karakter adalah doing, bukan
knowing, sehingga metode pelatihan Kurikulum 2013 seharusnya adalah magang
praktik langsung turun ke lapangan.
Ujian revolusi mental
Revolusi mental pemerintahan mendatang akan
diuji sejauh mana komitmennya memperlakukan guru sebagai subyek merdeka.
Revolusi mental bukan dimulai dengan tekanan agar guru patuh. Revolusi mental
adalah revolusi perubahan mindset.
Terobosan revolusi mental harus dimulai
dari membongkar mindset elitis pemegang kebijakan pendidikan agar memberikan
trust bahwa guru mampu berdikari. Hilangkan kebijakan-kebijakan yang terus
memasung guru menjadi tidak merdeka. Berikan kebebasan guru untuk memilih
kurikulum mana yang cocok diterapkan di lapangan sesuai dengan konteks kekayaan
lokal yang ada. Kemerdekaan guru juga harus dilepaskan dari aturan otonomi
daerah di mana budaya feodal membuat nasib guru sebagai PNS ditentukan mutlak
oleh kepala daerah dengan dasar suka dan tidak suka dalam melakukan mutasi.
Kembalikanlah martabat guru secara penuh.
Karena di tangan karakter para guru yang berdikari akan membuat transformasi
nilai-nilai karakter positif kepada siswa untuk mencontoh guru. Inilah
bonus penting posisi guru untuk membangun karakter generasi penerus bangsa.
Ifa H Misbach
Psikolog; Ketua Bidang Penelitian,
Psikologi Terapan Psikologi UPI, Bandung
RABU, 17 SEPTEMBER 2014
0 comments:
Post a Comment