Tuesday, 19 September 2017

Logika kekuatan vs kekuatan logika

Dahulu, ada seorang laki-laki tua yang meninggal tak wajar di penjara. Ketidakwajarannya itulah yang membuatnya dikenang, diabadikan sejarah dan menjadi inspirasi serta pelajaran berharga bagi umat manusia setelahnya. Lelaki tua itu memilih mengakhiri hidupnya sendiri dengan minum racun karena tak ingin berkompromi dengan penguasa yang memintanya untuk berhenti membuat ‘keresahan’ di tengah masyarakat yang menurut penguasa waktu itu mengganggu ‘stabilitas politik’ dan ‘keamanan nasional’.
Keresahan apakah yang dibuatnya gerangan, sehingga penguasa merasa terganggu? Penjahatkah dia?, Pemberontakkah?, Koruptorkah?, Penghianatkah? BUKAN. Lekaki tua itu menyebut dirinya “Aku hanyalah dukun beranak yang membantu orang untuk melahirkan. Bukan melahirkan bayi, tapi melahirkan gagasan.” Sebagai dukun yang bertugas melahirkan gagasan ia menganjurkan pada para ‘pasiennya’ yang kebanyakan anak muda untuk membuka dan mendayagunakan akal-pikirnya agar selalu kritis, terbuka, jujur dan berani mengungkapkan kebenaran.
Profesi sebagai ‘dukun beranak’ itulah yang ternyata dianggap oleh penguasa meresahkan dan mengganggu stabilitas, keamanan dan ketertiban masyarakat umum. Sehingga ia harus menerima hukuman atas ‘kejahatan’ yang dibuatnya yaitu menganjurkan keterbukaan. Ia ditawari untuk hidup bebas dan dipenuhi segala kebutuhan hidupnya asal profesinya ditinggalkan. Tapi ia menolak. Ia memilih mengakhiri hidupnya dari pada harus hidup penoh kebohongan. Dan ketika ia disodorkan sebuah minuman beracun segera diambil dan diminumnya. Perlahan tubuhnya lemas dan akhirnya meninggal dengan senyum ketengangan di raut mukanya. Lelaki tua yang laku hidupnya diabadikan sejarah itu bernama SOCRATES.
Berpuluh, beratus bahkan beribu-beribu tahun setelah itu sejarah memberikan catatan serupa. Ada banyak pejuang, filosof, pemikir, ulama, yang harus mengalami hidup serupa Socrates. Mereka harus menerima hukuman karena ‘dosa’ yang sama yaitu “MENGANJURKAN KETERBUKAAN, KEBERANIAN, KEJUJURAN, DAN KEBENARAN.” Husain cucu Nabi, Galileo, Suhrawardi, Descartes, dan masih banyak lagi pejuang, pemikir dan ilmuan lain yang dianggap meresahkan sehingga harus menanggung hukuman yang berujung pada kematian. Mereka adalah orang-orang yang menganjurkan keterbukaan dan mengedepankan akal sehat atau keuatan logika dalam setiap tindak-tanduk dan laku hidup sehari-hari.
Sedangkan lawan-lawannya adalah orang-orang yang mengedepankan LOGIKA KEKUATAN dan KEKUASAAN. Melalui KEKUATAN dan KEKUASAAN segala yang (dianggap) mengancam jalan, kedudukan dan kenyamanan hidupnya akan dibungkam dan dibinasakan. Bagaimanapun caranya.

Pertarungan orang-orang yang mengedepankan KEKUATAN LOGIKA dan mereka yang mengedepankan LOGIKA KEKUATAN itu masih berlangsung dan bisa kita saksikan hingga KINI dan di SINI...
Categories:

0 comments:

Post a Comment