Tuesday, 4 October 2016

Penjelasan Sosial Asyura sebagai Fakta Sejarah Islam dan Fakta Sosial Kebudayaan Indonesia

Oleh: A.M Safwan
(Pengajar Filsafat di Yayasan Rausyanfiqr Yogyakarta)

Intelektualisme Asyura adalah Perjuangan Anti Kekerasan dan Kesadaran Universal  

Diceritakan oleh Murtadha Muthahhari bahwa tragedi di bulan Muharram yang menimpa Imam Husain bukan semata sebuah kisah tentang terbunuhnya orang yang tidak berdosa oleh sekelompok penguasa yang tidak menghendaki kritik untuk perbaikan masyarakat (ishlah). Bahwa Imam Husain tidak bertendensi kepada upaya perebutan kekuasan, tetapi semata-mata amar ma'ruf nahyi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah terjadinya kemungkaran) agar kekuasaan berjalan dengan adil.

Sejarah mencatat bahwa Imam Husain tidak berteriak jihad, tidak berteriak lawan. Imam Husain tidak melakukan propaganda dan agitasi, Imam Husain tidak membawa kata-kata kasar dan apalagi kafir. Imam Husain datang untuk berDAKWAH (amar ma'ruf nahyi mungkar). Jihad dalam arti perang tidak terdapat dalam logika perlawanan Imam Husain sebagaimana faktanya bahwa beliau tidak membawa pasukan perang. Semuanya itu jauh dari logika perjuangan Imam Husain.

Imam Husain datang menghadapi sesama kaum muslimin  yang menjadi penguasa Islam untuk mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, oleh karena itu logikanya bukan jihad melawan orang kafir. Yang dihadapi Imam Husain adalah sesama kaum muslimin yang dianggap telah mengancam prinsip-prinsip dasar Islam melalui kekuasaan yang mereka miliki. Oleh karena itu perjalanannya sebagai sebuah perjalanan dakwah bukan perjalanan ke medan perang.Seruannya dengan hikmah, nasehat dan debat yang baik. Kalau datang untuk maksud perang tentu Imam Husain tidak membawa isteri dan anak-anaknya dan beberapa perempuan dari pengikutnya.

DIhadapan penguasa, Imam Husain berbicara kepada mereka dengan berkata, apakah kalian tidak mengetahui siapa kakekku (Rasulullah) dan apakah kalian tidak mengetahui siapa ayahku (Imam Ali)? Tentu mereka para penguasa itu tahu siapa Rasulullah Saw dan Imam Ali, lalu apa maksud ungkapan tersebut? Imam Husain juga berkata bahwa saya (al Husain) dan orang-orang seperti saya tidak akan tunduk dengan dia (Yazid bin Muawiyah) dan orang-orang seperti dia. 

Dari uraian itu tersebut di atas, kita dapat mendudukkan secara sosial pergerakan Imam Husain tetap dengan landasan dialog bukan perang. Basis dari pergerakan itu bertumpu pada prinsip dakwah (ajakan dengan hikmah kebijaksanaan dan perdamaian)
Artinya prinsip gerakan sosial bersandar kepada upaya dialogis bukan paksaan dan tekanan penguasa. Sifat egaliter perjuangan Imam Husain jelas nampak dengan fakta bahwa beliau hanya ingin menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Imam Husain hanya ingin mengingatkan penguasa bagaimana sifat dari kekuasaan yang dibangun oleh Rasulullah dan Imam Ali. 

Hal ini diperlukan karena perjuangan bukan hanya cerita tentang melawan penguasa yang zalim tetapi juga bercerita bagaimana akhlak yang terpuji dalam perjuangan tersebut yang sebaiknya dimengerti oleh masyarakat. Sifat damai dan anti kekerasan telah ditunjukkan Imam Husain agar masyarakat memiliki kesempatan dengan baik untuk mempelajari dan menyadari sifat perjuangannya yang menekankan kesadaran dan pilihan bebas masyarakat untuk menilai mana yang benar dan mana yang salah.
Oleh karena itu kita bisa memahami bagaimana Imam Husain berkata kepada pengikutnya agar jangan ikut ke dalam gerakannya karena akan mengancam keselamatan mereka. Sebuah pergerakan yang terbuka dan partisipatif, 

Secara sosial, jelas perjuangan Imam Husain jika disimak dengan detail, maka menurut saya orang akan menyambut dengan baik bahwa tragedi asyura ini akan menjadi jalan panjang model perjuangan Islam secara universal tanpa kekerasan dan dengan muatan prinsip keadilan dan cinta. Sekalipun pada akhirnya Imam Husain menerima kekerasan dengan terbunuhnya beliau di Karbala. setelah sebelumnya Imam Husain berusaha mempertahankan dirinya dengan melawan tekanan fisik tersebut karena bagi Imam Husain ini adalah reziko mempertahankan prinsip kebenaran dan prinsip mempertahankan kehidupan sekalipun harus menerima dirinya menjadi korban. 

Jelaslah bahwa Asyura sebagai fakta sejarah dalam Islam memiliki gambaran sosial yang luas pada aspek terdalam kesadaran masyarakat, Oleh karenanya ikatan sosial yang dibangun dalam asyura adalah hubungan kesadaran manusia (intelektualisme) dengan kepemimpinan sosial Rasulullah Saw. dan Imam Ali. 

Tradisi Asyura di Indonesia seperti yang telah saya uraikan pada tulisan sebelumnya menunjukkan partisipasi luas masyarakat dari berbagai kalangan usia, pendidikan dan agama seperti Tabuik dan Tabot. Kisah Imam Husain yang hidup dalam kearifan lokal masyarakat kita di Indonesia hadir sebagai bagian dari hubungan sosial yang terbentuk melalui kisah-kisah yang dituturkan secara turun temurun sebagai bagian dari pola pendidikan dan pergaulan hidup masyarakat. 

Sebagaimana diceritakan oleh seorang peneliti Islam Aceh dari IAIN Ar Raniri Banda Aceh  Kamaruzzaman Bustaman Ahmad (2013). Kamaruzzaman mengatakan bahwa dari segi literatur sudah ada semangat Persia dalam beberapa literatur Aceh, para sarjana tidak akan memperdebatkan pengaruh Syiah dalam soal ini. Jadi jelas sejak lama sudah terjadi kontak intelektual antara Persia dan Aceh, tetapi pengaruh tradisi itu tidak berarti masyarakat Aceh adalah penganut Islam Syiah. 

Fakta bahwa masyarakat Aceh mengikuti mazhab Imam Syafii, tasawuf Imam AL Ghazali. Jelaslah buat kita bahwa syair Hasan Husain yang sering dinyanyikan oleh masyarakat Aceh, demikian juga tarian Zaman yang banyak dikaitkan seperti maktam dalam tradisi Asyura dari kalangan Syiah adalah sebuah penjelasan sosial yang baik bahwa sebuah kisah dalam sejarah Islam dapat direspon oleh masyarakat sebagai sebuah tradisi budaya.Substansi kisah mereka jaga sebagai bagian dari tradisi Islam yang bersambung kepada Rasulullah Saw. dan mereka kembangkan dalam kehidupan kebudayaan mereka untuk menjaga spirit asyura tersebut. 

Kita bisa menyimpulkan secara sederhana bahwa dugaan adanya motif politik kekuasaan dan teologis sempit dalam peringatan asyura bukan fakta kebudayaan Islam kita di Indonesia. Tidak terdapat prasangka ideologi dan teologi yang muncul dari tradisi Asyura ini sekalipun diterima secara intelektual bahwa tradisi ini diterima sebagai pengaruh tradisi Islam dari Persia 

Propaganda untuk mengaitkan tradisi asyura ini sebagai tendensi teologis dan ideologi yang sempit dari Islam Syiah secara kebudayaan tidak relevan dan apalagi secara intelektual hal ini dapat diterima oleh intelektual Aceh tentu karena sifat universal dari pesan kemanusiaan dan keadilan di dalam kisah ini.
Imam Husain dan tradisi Asyura adalah salah satu model kebudayan Islam kita di Indonesia  sebagai contoh perjuangan universal Islam dengan gerakan Islam tanpa kekerasan dan jalan intelektualisme Islam. 

Wallahu'alam bi al shawab

Salam atas Rasul al Mustafa Muhammad Saw.
Salam untuk Imam Husain, keluarga dan para pengikutnya
Categories:

0 comments:

Post a Comment